Ungkapan para sahabat..

Saidina Umar r.a berkata, "Aku lebih rela berjalan di belakang seekor singa daripada berjalan di belakang seorang wanita."
Abu Hurairah r.a. berkata, "Hati adalah raja, sedangkan anggota badan adalah tentera. Jika raja itu baik, maka akan baik pula lah tenteranya. Jika raja itu buruk, maka akan buruk pula tenteranya".
Iman itu ialah ketaqwaan kepada Allah, penuh khauf dan raja'. Jadi apabila kita ditimpa ditimpa sesuatu musibah atau ujian pintalah kepada Allah agar dibesarkan iman untuk kita hadapinya bukan diminta dikecilkan masalah yang kita hadapi.

Monday, November 29, 2010

APAKAH SUARA WANITA AURAT?

Menurut pemahaman kami, suara wanita bukanlah aurat, selama tidak disuarakan dengan cara yang melanggar syara’, misalnya dengan suara manja, merayu, mendesah, dan semisalnya.Maka dari itu, boleh akhwat bernyanyi dalam sebuah masirah, dengan syarat tidak disertai perbuatan haram dan maksiat, seperti ikhtilath (campur baur pria wanita), membuka aurat, dan sebagainya.
Dalil bahwa suara wanita bukan aurat, adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah. Dalil dari Al-Qur`an terdapat dalam dalil-dalil umum yang mewajibkan, menyunnahkan, atau memubahkan berbagai aktivitas, yang berarti mencakup pula bolehnya wanita melakukan aktivitas-aktivitas itu. Wanita berhak dan berwenang melakukan aktivitas jual beli (QS 2: 275; QS 4:29), berhutang piutang (QS 2:282), sewa menyewa (ijarah) (QS 2:233; QS 65:6), memberikan persaksian (QS 2:282), menggadaikan barang (rahn) (QS 2:283), menyampaikan ceramah (QS 16:125; QS 41:33), meminta fatwa (QS 16:43), dan sebagainya. Jika aktivitas-aktivitas ini dibolehkan bagi wanita, artinya suara wanita bukanlah aurat sebab semua aktivitas itu adalah aktivitas yang berupa perkataan-perkataan (tasharrufat qauliyah). Jika suara wanita aurat, tentu syara’ akan mengharamkan wanita melakukannya (Muhammad Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf An-Nas, hal. 106).
Adapun dalil As-Sunnah, antara lain bahwa Rasulullah SAW mengizinkan dua wanita budak bernyanyi di rumahnya (Shahih Bukhari, hadits no. 949 & 952; Shahih Muslim, hadits no. 892). Pernah pula Rasulullah SAW mendengar nyanyian seorang wanita yang bernazar untuk memukul rebana dan bernyanyi di hadapan Rasulullah (HR. Tirmidzi, dinilainya sahih. Imam Asy-Syaukani, Nailul Authar, VII/119). Dalil As-Sunnah ini menunjukkan suara wanita bukanlah aurat, sebab jika aurat tentu tidak akan dibiarkan oleh Rasulullah (Abdurrahman Al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 69-70).
Namun demikian, syara’ mengharamkan wanita bersuara manja, merayu, mendesah, dan semisalnya, yang dapat menimbulkan hasrat yang tidak-tidak dari kaum lelaki, misalnya keinginan berbuat zina, berselingkuh, berbuat serong, dan sebagainya. Firman Allah SWT (artinya) : “…maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya dan ucapkanlah perkataan yang baik.” (QS Al-Ahzab [33] : 32).
Suara wanita yang seperti itulah yang diharamkan, bukan suara wanitanya itu sendiri. Jadi, suara wanita itu bukanlah aurat yang tidak boleh diperdengarkan.
Maka dari itu, boleh hukumnya wanita bernyanyi dalam acara masirah tersebut, sebab suara wanita bukanlah aurat. Namun dengan 2 (dua) syarat. Pertama, suara itu dalam batas kewajaran, bukan sengaja dibikin mendesah-desah, mendayu-dayu, merayu, dan semisalnya. Kedua, perbuatan itu tidak disertai perbuatan-perbuatan haram dan maksiat, seperti ikhtilath, membuka aurat, dan sebagainya. Wallahu a’lam

No comments:

Post a Comment